Pengelolaan
Website
Mengelola sebuah website bukanlah
suatu pekerjaan yang mudah, malah bisa menjadi sebuah beban bagi perusahaan
atau lembaga dimana aktivitas online belum menjadi keseharian
sosial-bisnisnya. Tidak sedikit perusahaan yang harus menyewa staf atau konsultan
khusus hanya untuk mengurusi situs internet demi menjaga citra perusahaan di
mata klien dan publik dengan tetap meng-update informasi perusahaan secara
berkala yang tentu saja, hal itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun
kini perusahaan atau lembaga Anda tak perlu lagi pusing mencari solusi, karena
kami datang untuk memberikan solusi dengan layanan Pengelolaan Website
(Managed Website).
Institusi Pengelola Internet atau
Web
Walaupun riset tentang internet diawali dari proyek ARPANET
dan berkembang dari kolaborasi penelitian institusi militer dan pendidikan,
namun infrastruktur dan teknologi internet saat ini bisa dikatakan bukan milik
suatu institusi atau perorangan ataupun negara. Sekarang internet merupakan
sebuah enterprise kolaboratif dan kolektif yang terbuka. Ada sejumlah
organisasi atau lembaga yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan internet
serta menjadi guide atas perkembangan internet dan web, diantaranya adalah :
1. World Wide Web
Consortium (W3C)
Awalnya dibentuk dari Laboratorium Ilmu Komputer MIT oleh
Tim Berners-Lee dan Al-Vezza. W3C saat ini bertangggungjawab terhadap
perkembangan dari berbagai protokol dan standar yang terkait dengan Web.
Seperti misalnya standarisasi HTML, XML, XHTML dan CSS diatur oleh W3C. Saat ini
W3C masih dipimpin oleh Berners-Lee. Website W3C dapat diakses pada
URL: http://www.w3c.org
2. Internet Engineering Task Force
(IETF)
Merupakan badan yang bertanggungjawab terhadap masalah
teknis dari perkembangan teknologi internet. IETF bertugas mengkaji berbagai
teknologi terkait untuk kemudian distandarkan menjadi sebuah request for
comment (RFC). IETF fokus pada evolusi dari internet dan menjamin proses
tersebut berjalan dengan smooth.
3. Internet Architecture Board
(IAB):
IAB bertanggung jawab dalam mendefiniskan
backbone internet.
4. Internet Society (ISOC):
Dibentuk dari berbagai organisasi, pemerintahan, non-profit,
komunitas, akademisi maupun para professional. Kelompok ini bertanggungjawab
dalam membuat kebijakan tentang internet, dan memantau lembaga lain seperti
IETF.
5. The Internet Assigned Authority
(IANA) & Internet Network Information Center (InterNIC).
Kelompok ini bertanggung jawab terhadap alokasi alamat
IP dan nama domain.
6. APJII dan PANDI
Dua nama tersebut merupakan institusi yang mengatur
pengelolaan internet untuk wilayah Indonesia. Meraka adalah APJII (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan PANDI (Pengelola Nama Domain
Internet Indonesia)
7. ICANN
singkatan dari Internet Corporation for Assigned Names and
Numbers, adalah organisasi nirlaba yang didirikan pada 18 September 1998 dan
resmi berbadan hukum pada 30 September 1998. Organisasi yang berkantor pusat di
Marina Del Rey, California ini ditujukan untuk mengawasi beberapa tugas yang
terkait dengan Internet yang sebelumnya dilakukan langsung atas nama pemerintah
Amerika Serikat oleh beberapa organisasi lain, terutama Internet Assigned
Numbers Authority (IANA).
ETIKA
DALAM BERINTERNET
Etik (ethic) adalah
kumpulan azas atau nilai yang yang berkenaan dengan akhlak; nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika: ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban (akhlak).
Etiket: tata cara (adat, sopan
santun, dsb.) dalam masyarakat beradab untuk memelihara hubungan baik antara
sesame manusianya. [sumber KUBI]
Etiquette = ticket. Jika Anda
mengetahui etiket pada suatu kelompok, Anda memiliki “tiket” untuk menjadi
anggota kelompok tersebut.
Menurut Gibson, W:
Cyberspace: The notional
environment within which electronic communication occurs, especially when
represented as the inside of a computer system; space perceived as such by an
observer but generated by acomputer system and having no real existence; the
space of virtual reality (oxford English dictionary, 2000)
Pentingnya
Etika Dalam menggunakan Internet adalah sebagai
berikut:
Bahwa pengguna internet berasal dari
berbagai negara yang mungkin memiliki budaya, bahasa dan adat istiadat yang
berbeda-beda.
Pengguna internet
merupakan orang-orang yang hidup dalam dunia anonymouse, yang tidak
mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi.
Berbagai macam fasilitas yang
diberikan dalam internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis seperti
misalnya ada juga penghuni yang suka iseng dengan melakukan hal-hal yang tidak
seharusnya dilakukan.
Harus diperhatikan
bahwa pengguna internet akan selalu bertambah setiap saat dan memungkinkan
masuknya penghuni baru didunia maya tersebut.
Jadi etika dalam menggunakan Internet
sangat penting sekali bagi semua pengguna internet, etika yang dimaksudkan
disini adalah dalam forum-forum yang bersifat umum dimana banyak orang/pihak
tidak dikenal yang terlibat. Jika hanya berinteraski dengan teman sendiri yang
sudah akrab, mungkin ini tidak jadi masalah mengingat si temanpun pasti sudah
hafal karakter masing-masing, tetapi tentu saja tetap harus ada batas-batas
yang tidak boleh dilampaui.
Dibawah ini adalah etika-etika dalam
menggunakan internet yaitu sebagai berikut:
1. Jangan
menyindir, menghina, melecehkan, atau menyerang pribadi seseorang/pihak lain.
2. Jangan
sombong, angkuh, sok tahu, sok hebat, merasa paling benar, egois, berkata
kasar, kotor, dan hal-hal buruk lainnya yang tidak bisa diterima orang.
3. Menulis
sesuai dengan aturan penulisan baku. Artinya jangan menulis dengan huruf
kapital semua (karena akan dianggap sebagai ekspresi marah), atau penuh dengan
singkatan-singkatan tidak biasa dimana orang lain mungkin tidak mengerti
maksudnya (bisa menimbulkan salah pengertian).
4. Jangan
mengekspose hal-hal yang bersifat pribadi, keluarga, dan sejenisnya yang bisa
membuka peluang orang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal itu.
5. Perlakukan
pesan pribadi yang diterima dengan tanggapan yang bersifat pribadi juga, jangan
ekspose di forum.
6. Jangan
turut menyebarkan suatu berita/informasi yang sekiranya tidak logis dan belum
pasti kebenarannya, karena bisa jadi berita/informasi itu adalah berita bohong
(hoax). Selain akan mempermalukan diri sendiri orang lainpun bisa tertipu
dengan berita/info itu bila ternyata hanya sebuah hoax.
7. Andai
mau menyampaikan saran/kritik, lakukan dengan personal message, jangan lakukan
di depan forum karena hal tersebut bisa membuat tersinggung atau rendah diri
orang yang dikritik.
8. Selalu
memperhatikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Artinya jangan terlibat
dalam aktivitas pencurian/penyebaran data dan informasi yang memiliki hak
cipta.
9. Jika
mengutip suatu tulisan, gambar, atau apapun yang bisa/diijinkan untuk
dipublikasikan ulang, selalu tuliskan sumber aslinya.
10. Jangan
pernah memberikan nomor telepon, alamat email, atau informasi yang bersifat
pribadi lainnya milik teman kepada pihak lain tanpa persetujuan teman itu
sendri.
ASPEK
HUKUM DALAM INTERNET
kita cermati, terdapat 2 (dua) hal pada saat
kita membahas hukum atau aturan di bidang internet yakni infrastruktur dan
konten (materi). Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang
infrastruktur, yakni peraturan hukum tentang telekomunikasi dan penyiaran serta
ketentuan tentang frekuensi radio dan orbit satelit.
Sementara itu pada
bagian konten (materi), pemerintah telah mengeluarkan banyak peraturan yang
berhubungan dengan pemanfaatan internet sebagai media informasi antaralain
tentang perlindungan konsumen, perbankan, asuransi, hak kekayaan intelektuan,
pokok pers, ketentuan pidana perdata (kata kuncinya adalah “informasi”).
Meski berbeda,
internet ternyata “tunduk” pada ketentuan hukum yang sudah ada (di dunia
nyata). Tidak satu ruanganpun di internet yang bebas dari aturan hukum. Kita
ambil contoh setelah terjadinya ledakan bom di JW Marriott dan Ritz Carlton
Jakarta. Sejauh ini, pada awalnya aturan hukum yang mengatur hal tersebut sudah
dinyatakan di dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya
Pasal 21 yang menyebutkan, bahwa penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan
kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan
kepentingan umum, kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum. Dalam penjelasannya
yang tertera pada UU Telekomunikasi tersebut disebutkan, bahwa penghentian
kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh pemerintah
setelah diperoleh informasi yang patut diduga dengan kuat dan diyakini bahwa
penyelenggaraan telekomunikasi tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan,
keamanan , atau ketertiban umum.
Ketika UU No. 11
Tahun 2008 masih belum disahkan, ketentuan tersebut di atas cukup efektif
dijadikan salah satu dasar bagi Departemen Kominfo untuk mengatasi peredaran
film yang kontroversial dan mengandung unsure pertentangan SARA di suatu situs
popular tertentu, ketika masyarakat dihebohkan oleh kehadiran film Fitna yang
mengusik ketenangan Ummat Islam di seluruh dunia. Saat itu juga setelah
mempertimbangkan dari berbagai aspek,Menteri Kominfo mengirimkan surat tentang pemblokiran
situs dan blog yang memuat film Fitna,
yang ditujukan kepada penyelenggara IIX, penyelenggara OIXP, penyelenggara ISP
(146 perusahaan saat itu ) dan penyelenggara NAP (30 perusahaan saat itu).
Surat tersebut dilatar belakangi oleh suatu sikap keprihatinan yang sangat
mendalam, bahwa penayangan film Fitna melalui internet yang dibuat oleh seorang
politisi Belanda Geert Wilders, disinyalir dapat mengakibatkan gangguan
hubungan antar ummat beragama dan harmoni antar peradaban pada tingkat global.
Itulah sebabnya Menteri Kominfo meminta kepada para stakeholders tersebut untuk
dengan segenap daya dan upaya untuk segera melakukan pemblokiran pada situs
maupun blog yang melakukan posting film Fitna tersebut.
Prosedur yang
ditempuh oleh pemerintah dalam pengiriman surat adalah sudah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu selain sebelumnya
sudah mengadakan konsultasi dengfan para stake holder, juga sudah mendasarkan
pada berbagai pertimbangan dan tetap selektif serta tidak ada maksud pemerintah
untuk sembarangan melakukan pembatasan untuk memperoleh akses informasi melalui
jasa internet tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas, karena terbukti media
internet banyak menunjukkan manfaat yang konstruktif terkecuali penayangan film
Fitna melalui media internet tersebut dan juga penayangan informasi-informasi
lain yang substansinya patut diduga kuat dan diyakini bertentangan dengan
kepentingan umum, keamanan, kesusilaan dan ketertiban umum .
Aturan
atau code of conduct dalam pemanfaatan internet tersebut kemudian di
dalam perkembangannya diperkuat dengan adanya UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Traksaksi Elektronik, yang disahkan dan mulai berlaku pada
tanggal 21 April 2008. Pasal 2 UU tersebut menyatakan, bahwa Undang-Undang ini
berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar
wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Khusus terhadap hal-hal yang terkait dengan larangan untuk dilakukan dan
berpeluang menimbulkan rasa tidak suka oleh pihak lain disebutkan di antaranya
pada Pasal 27 ayat (4) yang menyebutkan, bahwa :
·
Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman ; dan Pasal
28 ayat (2) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Meskipun
aturan-aturan hukum dalam pemanfaatan internet yang terkait dengan substansi
yang bertentangan dengan keamanan, ketertiban dan kepentingan umum sudah cukup
kuat, ini bukan berarti Departemen Kominfo sedemikian mudah memberi peluang
kepada aparat penegak hukum untuk menerapkannya secara respresif. Di dalam
berbagai kegiatan sosialisasi UU ITE misalnya, Departemen Kominfo selalu
menyebutkan, bahwa ada beberapa klausaul baik di dalam UU itu sendiri maupun UU
lain yang perlu dipertimbangkan supaya tidak ada abuse of power .
Bahwasanya kemudian ada misalnya beberapa situs yang menimbulkan kerisauan
publik dan ternyata tetap exist, maka hal itu bukan berarti Departemen Kominfo
melakukan pembiaran.
Upaya Departemen
Kominfo tetap dilakukan sebatas kewenangan dan ruang lingkup tugasnya
(sebagaimana contoh dalam mengatasi ekses film Fitna tersebut di atas) dan
turut melakukan tracing sebelum menempuh upaya pemblokiran, namun hanya saja
eksekusi penegakan hukum tetap dilakukan sepenuhnya dilakukan oleh aparat
penegak hukum sesuai dengan rugas, fungsi, tanggung jawab dan kewenangannya berdasarkan
kompetensi yang dimilikinya.
Prinsip Departemen
Kominfo adalah tetap mempertimbangkan unsur-unsur multi dimensional (jadi tidak
semata-mata masalah teknis belaka), bersikap bijak namun tegas dan melakukan
koordinasi dengan aparat penegak hukum, aparat keamanan dan sejumlah stake
holder seperti para blogger (karena di kalangan blogger juga memiliki tata
krama yang sangat perlu diapresiasi) misalnya dan berkonsultasi untuk menempuh
cara yang paling efektif, efisien dan dengan minimalisasi unsur kegaduhan
publik.
Melihat beberapa
contoh tersebut, tentunya semakin menjelaskan kepada pembaca sekalian bahwa
internet yang selama ini dikenal seolah tanpa nilai (aturan), ternyata memiliki
banyak “kesamaan” dalam hal penerapan hukum. Mudah-mudahan sedikit informasi
ini, dapat memberikan keyakinan pada kita dalam mengarahkan anak-anak kita
menjadi lebih bijak dalam memanfaatkan internet .Dalam pemanfaatan internet dan
aturan hukum yang dapat meminimalisasi penggunaan internet untuk hal-hal yang
berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat.
Sumber:









0 komentar:
Posting Komentar